Seperti yang kita ketahui K3 merupakan hal yang sangatlah penting untuk diperhatikan dalam melakukan aktivitas sama halnya K3 ini juga harus diterapkan dalam lingkungan laboratorium, maka dari itu disini saya akan menjelaskan kepada anda mengenai penerapan K3 dalam laboratorium yang baik dan benar, untuk melihat penjelasannya silahkan simak baik-baik berikut ini.
Pelaksanaan K3 menjadi tanggung jawab semua pihak, khususnya masyarakat industri, dengan demikian semua pihak yang terkait berkewajiban berperan aktif sesuai fungsi dan kewenangannya untuk melakukan berbagai upaya dibidang K3 secara terus menerus, berkesinambungan dan menjadikan K3 sebagai bagian budaya kerja disetiap kegiatan, sehingga dapat mencegah kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Untuk itu diperlukan tenaga pendukung yang kompeten yaitu sumber daya manusia yang handal & berkualitas di bidang K3, sehingga dapat segera dicapai hasil yang optimal.
Maka dari itu berikut ini adalah beberapa penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Laboratorium yang harus diperhatikan, diantaranya yaitu :
Luas Tempat Laboratorium
Dari Tabel tabel 1 dibawah ini adalah luas Laboratorium yang sudah memenuhi ketentuan luas minimal menurut Permendiknas No. 40 Tahun 2008 dengan jumlah peserta didik 20 orang adalah Laboratorium Pemesinan.
No. | Jenis Laboratorium | Luas Laboratorium | Luas area kerja tiap Mahasiswa menurut Permendiknas No. 40 Tahun 2008 | Luas minimal untuk 20 Mahasiswa | Keterangan |
1. | Laboratorium Pemesinan | 200 m2 | 8 m2 | 160 m2 | Memenuhi standar minimum |
2. | Laboratorium Kerja Bangku | 120 m2 | 8 m2 | 160 m2 | Tidak Memenuhi standar minimum |
3. | Laboratorium Pengelasan | 94 m2 | 8 m2 | 120 m2 | Tidak Memenuhi standar minimum |
4. | Laboratorium Pengecoran Logam | 86 m2 | 8 m2 | 160 m2 | Tidak Memenuhi standar minimum |
No. | Jenis Laboratorium | Luas Laboratorium | Luas ventilasi 5% terhadap luas Laboratorium | Luas ventilasi laboratorium | Keterangan |
1. | Laboratorium Pemesinan | 200 m2 | 10 m2 | 7.8 m2 | Tidak memenuhi standar minimum |
2. | Laboratorium Kerja Bangku | 120 m2 | 10 m2 | 7,7 m2 | Memenuhi standar minimum |
3. | Laboratorium Pengelasan | 94 m2 | 4.7 m2 | 10 m2 | Memenuhi standar minimum |
4. | Pengecoran Logam | 86 m2 | 4.3 m2 | 16 m2 | Memenuhi standar minimum |
Ventilasi
Peranan ventilasi dalam suatu bangunan adalah sebagai sirkulator udara dalam suatu ruangan bila penempatannya menurut ketentuan yang benar. Suatu ruangan yang layak ditempati harus dilengkapi ventilasi. Menurut SNI 03-6572-2001 tentang Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung, Ventilasi alami yang disediakan harus terdiri dari bukaan permanen, jendela, pintu atau sarana lain yang dapat dibuka, dengan jumlah bukaan ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap luas lantai ruangan yang membutuhkan ventilasi.
Dari Tabel 2 didapati hanya Laboratorium Pemesinan yang tidak memiliki ventilasi yang memenuhi standar minimum 5% dari luas lantai. Secara umum ventilasi alami pada Laboratorium teknik mesin sudah memenuhi 5% dari luas lantai Laboratorium. Selain itu, diperlukan juga ventilasi mekanik seperti blower dan exhaust fun sebagai alat untuk mengatur sirkulasi udara dalam Laboratorium.
Penerangan
Penerangan buatan diperlukan pada Laboratorium Pemesinan, Pengelasan, dan Pengecoran Logam. Karena penerangan alami tidak mampu menerangi bengkel. Hal ini dikemukakan oleh Bapak Misiran selaku Laboran. Pada Laboratorium Kerja Bangku penerangan alami mampu menerangi seluruh Laboratorium Kerja Bangku. Sumber cahaya alami di Laboratorium Kerja bangku diperoleh dari atap transparan Polycar bonate.
Kondisi Lantai
Lantai pada workshop teknik mesin keras dan tidak licin. Pada laboratorium Pemesinan ditemukan bekas pondasi mesin yang tidak terpakai. Bekas pondasi tersebut berpotensi menyebabkan kecelakaan jika tidak di hilangkan. Ruang Laboratorium perlu memiliki permukaan yang aman untuk berjalan diatas lantai, tangga, panggung, lorong, dan sebagainya (Andreas, 1989:87). Sedangkan Hargiyarto (2005: 19) menyatakan “ Permukaan jalan rata, tidak licin dan tanpa rintangan”.
Garis Demarkasi (pembatas)
Garis Demarkasi (pembatas) pada Laboratorium Pemesinan sudah mulai hilang atau tidak jelas. Pada Laboratorium Kerja Bangku, Pengelasan dan Pengecoran Logam tidak ditemukan Garis demarkasi. Menurut SNI 13-6350-2000 Garis Demarkasi adalah tanda batas berupa garis yang terdapat di lantai dan ditandai dengan perbedaan warna sesuai dengan kegunaannya. Garis Demarkasi atau garis batas berwarna di lokasi kerja perlu rnendapat perhatian dalam upaya peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Penerapan garis demarkasi diharapkan dapat rnencegah terjadinya kecelakaan.
Alat Pelindung Diri (APD)
Pengadaan APD di tempat kerja merupakan kewajiban perusahaan sesuai dengan perundangan yang berlaku (Kustono, 1999: 8). Dalam hal ini alat pelindung diri disediakan oleh Jurusan. Alat pelindung diri yang disediakan jurusan adalah kacamata pelindung, topeng las,kacamata las asetilen, kacamata las listrik, apron, pelindung lengan, sarung tangan las, dan helm (alat pelindung kepala). Secara umum kondisi APD yang disediakan Jurusan adalah layak pakai. APD yang paling sering mengalami kerusakan adalah apron, pelindung lengan, dan sarung tangan las.
Faktor Dan Upaya Penghambat penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Faktor-faktor penghambat dalam penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Laboratorium
Hal-hal yang menghambat penerapan K3 bisa dari manusia, alat, sarana dan prasarana. Faktor manusia merupakan hal yang sering menjadi penghambat penerapan K3. Berikut merupakan hal-hal yang menghambat penerapan K3 dari hasil wawancara dan pengamatan lapangan.
1. Faktor
Kurangnya kesadaran mahasiswa akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Pada praktik di lapangan masih ada mahasiswa yang tidak memakai APD sebagai mana mestinya. Yaitu tidak menggunakan kacamata las pada saat mengelas.
- Di beberapa area praktik ventilasi tidak optimal.
- Adanya mesin yang tidak terpakai dan dibiarkan didalam bengkel sehingga ruang gerak berkurang.
- Masih terdapat mesin tanpa pengaman rodagigi/ sabuk puli.
- Garis demarkasi (pembatas) tidak jelas atau tidak ada.
2. Upaya
Upaya yang dilakukan dalam mengurangi faktor penghambat dalam Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Upaya yang dilakukan jurusan untuk mengurangi faktor penghambat dalam penerapan K3 yaitu:
- Melakukan penggantian alat pelindung diri yang sudah rusak. Alat pelindung diri akan segera diganti jika habis masa pakainya atau rusak. Hal ini di utarakan oleh bapak wiyono bahwa alat pelindung diri yang rusak akan segera diganti.
- Melakukan pengawasan pada saat praktik di laboratorium.
Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) perlu adanya pengawasan agar pengguna workshop teknik mesin terhindar dari kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Pada Jurusan Teknik Mesin UM, yang menjadi pengawas adalah dosen yang mengajar praktik tersebut, sesuai yang disampaikan Bapak Imam Muda Nauri selaku Kepala Laboratorium Teknik Mesin yaitu yang mengawasi kegiatan praktik adalah dosen yang bersangkutan, jadi yang mengajar di lab itu mengawasi juga. Bapak Basuki selaku dosen juga membenarkan pernyataan tersebut yaitu Selalu ada pengawasan, kalau ada mahasiswa bekerja dengan posisi yang salah mesti saya datangi, saya benarkan.
0 Komentar